Saturday 22 December 2012

Harimu, Ibu

 gambar diambil dari sini

Hari ini dikhususkan untukmu, MaTo.

MaTo bingung? Iya, aku mengerti, dari dulu kau tak pernah perduli dengan hal-hal seperti ini. Jangankan untuk hal-hal seperti ini, untuk yang sederhana saja, handphone, MaTo tak pernah mau “ribet” tentang hal itu, yang menjadi topik utama dipikiranmu adalah kami, anak-anakmu. Bukan yang lain, apalagi peringatan hari tertentu. 

Kita keluarga yang tinggal di kampung, berbudaya kampung, dibesarkan dengan hal-hal kampung, tapi MaTo tak pernah mau anak-anakmu kampung secara akal, apalagi akhlak.

Di keluarga kita tak pernah ada sejarahnya memperingati apalagi merayakan ulang tahun, apalagi hari ibu.

MaTo tau, aku beberapa kali iri pada teman-temanku. Bukan karena gaji mereka lebih banyak, bukan. Tapi karena ibu mereka yang “lebih modern” dari kau, Mak.

Friendster, social media yang pertama kali saya punya. Teman-teman memasang foto bersama ibunya masing-masing. Aku? Kau untuk berfotopun kau enggan.

Facebook, social media yang berikutnya. Teman-teman bisa “menjadi teman” dengan ibunya, dan berkomentar di status Facebook. Aku? Untuk becanda denganmu pun jarang.

Twitter, AH! Social media yang sedang menjadi primadona saat ini, sudah barang tentu kau tak akan mengerti. Kau tau, Mak? Apa yang sedang ramai-ramai dilakukan oleh teman-temanku sekarang? Mereka memasang avatar twitter bersama ibu mereka. Aku?

O iya, MaTo. Ingat yang namanya BBM, itu lho, layanan untuk mengirim pesan, semacam SMS, nah di sana Mak, sekarang teman-temanku sedang memasang foto bersama ibunya dan menuliskan di status bbm mereka, betapa mereka mencintai ibu mereka. aku tak bisa melakukan itu, foto kau enggan, bisa bbm-an? Entah kapan itu terjadi, sampai sekarangpun mengirim sms adalah hal yang rumit menurutmu.

Tapi Mato, entah kau mempelajari tentang cara me-manage psikologi anak di mana. Kau berhasil mengganti hal itu semua dengan hal-hal sederhana tapi dengan hasil sangat sempurna.

Kita memang belum pernah memasang foto bersama di friendster, tapi gambaran tentang kita dengan detail kau bisa ceritakan ke siapapun, dan bisa menggiring imajinasi orang untuk menggambarkannya lebih indah dari foto yang terpasang di profile friendster.

Kita memang “tak pernah berteman” di facebook, iya karena kau tak memiliki akunnya. Hehehe. Kita berkomunikasi dengan cara yang kau atur sedemikian rupa uniknya. Salah satunya adalah memanggilku ke dapur, lalu menyuruhku mengulek sambal racikanmu, kau menyuruhku mengupas bawang, kau menyuruhku memarut kelapa, dan di sela-sela semua kegiatan yang berbau dapur itu, kau menanyakan perkembangan terbaru dari anak-anakmu. Dulu aku selalu mengeluh setiap melakukan kegiatan dapur itu. Sekarang? Aku sangat rindu kamu suruh.

BBM? SMS? Ah, kau tentu akan meracau sejadi-jadinya kalau diminta mempraktekkan untuk coba menggunakannya, yang nantinya akan berujung pada “mbu ah. puyeng”. Lalu bagaimana caranya kau menanyakan kabarku yang di luar kota? Kau akan menanyakan ini pada adik-adikku, dan menitipkan pesanmu pada mereka.

Pernah sekali waktu aku menelfon Bapak, kau selalu ikut ngobrol tapi entah berapa meter posisimu berjarak dari Bapak. Yang akhirnya suaramu hanya terdengar seperti backing vocal. Dan kau lucu, Mak. Ketika kau jadi “backing vocal” kau sangat lancar berbicara, begitu aku minta Bapak untuk kasih telfonnya ke Emak, kau langsung menjadi orang yang hanya berbicara seperlunya. 

Aku tahu kau tak pernah peduli dengan hal-hal “modern” yang di matamu tak ada artinya, aku tahu kau merasa aneh kalau diajak atau disuruh untuk berfoto, kecuali di acara kawinan. Bukan mau ikut-ikutan teman, bukan mau menggiringmu untuk mulai menjadi sedikit “modern”. Ini cuma sebagai pengingat kecil untukku, 
kalau aku punya kau, MaTO. Selamat Hari Ibu.

No comments:

Post a Comment