gambar diambil dari sini
Hari ini dikhususkan untukmu, MaTo.
MaTo bingung? Iya, aku mengerti, dari dulu kau tak pernah
perduli dengan hal-hal seperti ini. Jangankan untuk hal-hal seperti ini, untuk yang
sederhana saja, handphone, MaTo tak pernah mau “ribet” tentang hal itu, yang menjadi topik utama dipikiranmu adalah kami,
anak-anakmu. Bukan yang lain, apalagi peringatan hari tertentu.
Kita keluarga yang tinggal di kampung, berbudaya kampung,
dibesarkan dengan hal-hal kampung, tapi MaTo tak pernah mau anak-anakmu kampung
secara akal, apalagi akhlak.
Di keluarga kita tak pernah ada sejarahnya memperingati
apalagi merayakan ulang tahun, apalagi hari ibu.
MaTo tau, aku beberapa kali iri pada teman-temanku. Bukan
karena gaji mereka lebih banyak, bukan. Tapi karena ibu mereka yang “lebih
modern” dari kau, Mak.
Friendster, social media yang pertama kali saya punya. Teman-teman
memasang foto bersama ibunya masing-masing. Aku? Kau untuk berfotopun kau
enggan.
Facebook, social media yang berikutnya. Teman-teman bisa “menjadi
teman” dengan ibunya, dan berkomentar di status Facebook. Aku? Untuk becanda
denganmu pun jarang.
Twitter, AH! Social media yang sedang menjadi primadona saat
ini, sudah barang tentu kau tak akan mengerti. Kau tau, Mak? Apa yang sedang
ramai-ramai dilakukan oleh teman-temanku sekarang? Mereka memasang avatar
twitter bersama ibu mereka. Aku?
O iya, MaTo. Ingat yang namanya BBM, itu lho, layanan untuk
mengirim pesan, semacam SMS, nah di sana Mak, sekarang teman-temanku sedang
memasang foto bersama ibunya dan menuliskan di status bbm mereka, betapa mereka
mencintai ibu mereka. aku tak bisa melakukan itu, foto kau enggan, bisa bbm-an?
Entah kapan itu terjadi, sampai sekarangpun mengirim sms adalah hal yang rumit
menurutmu.
Tapi Mato, entah kau mempelajari tentang cara me-manage
psikologi anak di mana. Kau berhasil mengganti hal itu semua dengan hal-hal sederhana
tapi dengan hasil sangat sempurna.
Kita memang belum pernah memasang foto bersama di
friendster, tapi gambaran tentang kita dengan detail kau bisa ceritakan ke
siapapun, dan bisa menggiring imajinasi orang untuk menggambarkannya lebih
indah dari foto yang terpasang di profile friendster.
Kita memang “tak pernah berteman” di facebook, iya karena kau
tak memiliki akunnya. Hehehe. Kita berkomunikasi dengan cara yang kau atur
sedemikian rupa uniknya. Salah satunya adalah memanggilku ke dapur, lalu
menyuruhku mengulek sambal racikanmu, kau menyuruhku mengupas bawang, kau
menyuruhku memarut kelapa, dan di sela-sela semua kegiatan yang berbau dapur
itu, kau menanyakan perkembangan terbaru dari anak-anakmu. Dulu aku selalu
mengeluh setiap melakukan kegiatan dapur itu. Sekarang? Aku sangat rindu kamu
suruh.
BBM? SMS? Ah, kau tentu akan meracau sejadi-jadinya kalau
diminta mempraktekkan untuk coba menggunakannya, yang nantinya akan berujung
pada “mbu ah. puyeng”. Lalu bagaimana caranya kau menanyakan kabarku yang di luar
kota? Kau akan menanyakan ini pada adik-adikku, dan menitipkan pesanmu pada
mereka.
Pernah sekali waktu aku menelfon Bapak, kau selalu ikut
ngobrol tapi entah berapa meter posisimu berjarak dari Bapak. Yang akhirnya
suaramu hanya terdengar seperti backing vocal. Dan kau lucu, Mak. Ketika kau
jadi “backing vocal” kau sangat lancar berbicara, begitu aku minta Bapak untuk
kasih telfonnya ke Emak, kau langsung menjadi orang yang hanya berbicara
seperlunya.
Aku tahu kau tak pernah peduli dengan hal-hal “modern” yang
di matamu tak ada artinya, aku tahu kau merasa aneh kalau diajak atau disuruh untuk
berfoto, kecuali di acara kawinan. Bukan mau ikut-ikutan teman, bukan mau
menggiringmu untuk mulai menjadi sedikit “modern”. Ini cuma sebagai pengingat
kecil untukku,
kalau aku punya kau, MaTO. Selamat Hari Ibu.
kalau aku punya kau, MaTO. Selamat Hari Ibu.